Selamat,

Multatuli.
1 min readApr 1, 2023

--

Penaku telah rapuh dimakan waktu, namun untukmu akan kubuka lagi tinta yang pernah terpendam.

Perihal Penyeberangan

Lika-liku masa lalu yang pernah kita lalui, lembah-lembah kelam yang pernah kita seberangi. Dan kita di dalamnya, bertapak kepada kerapuhan rasa yang tak lagi ada, semestinya kita berdua paham perihal yang menjadi titik sebelum ada kata yang terucap. Dan kita adalah secarik kertas yang menjadi abu seketika air mata mengalir ke sela-sela jemari yang terpatri.

Hidup adalah penyeberangan antara rahim dan bumi kata Sapardi, namun hidupku adalah sebuah petualangan yang lebih dari sekedar penyeberangan. Aku sempat menemukan mercusuar ku, namun, gemuruh, badai dan waktu, mengambilnya dariku. Dan lagi-lagi aku kehilangan sesuatu yang sebelumnya tak pernah kumiliki.

Jingga, waktumu telah datang, tanggalkan setiap rasa dan lekaslah menyeberang. Namun hari ini bukan tentang rasa yang menjelma menjadi abu, lebih dari itu, hari ini adalah tentangmu yang beranjak dewasa, aku percaya kedepannya hal-hal baik menyertaimu.

Sebab bagiku kau adalah baik, dan untukku kau adalah jelmaan dari segala hal yang disemogakan.

Dua puluh dua di ujung jembatan penyeberangan, sebentar lagi akan ada yang datang, hal yang lebih besar dari sebelumnya, hal yang lebih indah dari itu.

Dan ketika hal itu datang, aku tak mengharapkan dirimu mengingat dialog malam itu, aku hanya berharap ketika dirimu sampai di ujung jembatan penyeberangan, temui aku, lagi.

--

--

Multatuli.

Setenang laut kata-kata itu bersemayam di setiap hati pembacanya.